KUTA TINGGI

Oleh : Muda M. Banurea

Nama Kuta Tinggi, selama ini sering menimbulkan pertanyaan, sebab cenderung dipahami dari bahsa Indonesia. Bagaimana kisah nama itu ditanh Paskpak. Padahal yang terjadi adalah adanya pergeseran dari kata “petinggil”. Ini kisahnya similiar dengan adanya tettal batu dedoh, dimana terungkap asal-usul marga bancin bermukim di daerah itu.

Adanya perseteruan antara Boangmanalu dengan si Tangger perihal batang pola yang selalu dirusak oleh “hamba” boangmanalu. Alkisah terdapat satu batang pola si tangger yang tinggal bersama dengan Boangmanalu sering diganggu atau airnya selalau dicuri mengakibatkan si tangger melporkannya kepada si nalu. Tetapi sinalu cenderung tidak percaya dan mengatakan” mella lot idahko, gettap ia” katanya kepada si tangger, yang artinya kalau memang ada bukti bunuh saja.  Pernyataan itu disampaikan pada setiap kali si tangger melapor. Hingga pada satu hari karena dipusingkan oleh laporannya si nalu menjadi marah. “mella lot idahko gettap, mella oda nggeut ko nola nan ku gettap”, katanya klepada si tangger. Ancaman ini kemudian mengakibatkan si tangger segera membunug “hamba” si nalu. Tetapi ternyata perbuatannya ini justeru menambah kemarahan si nalu. Ia tidak percaya kalau si tangger ternyata benar-benar melakukan perintahnya, yang sebetulnya disampaikan tidak secara serius melainkan sebagai bantahan akan perbuatan sang hamba. Berita kemarahan ini samapi ke telingan si bancin dan ia segera menyelamatlkan si tangger kabur dari kampung itu. Anehnya dalam pelarian ini, si Tangger ikut membawa batang pola yang menjadi sumber pertikaian.

Singkat cerita mereka tiba di Lae sibintoha dan kemudian bermukim di daerah itu. Karena berada dalam pelarian dan tetpa dalam pengejaran si nalu. Maka si Bancin mengingatkan si tangger agar tetap hati-hati. “Petinggil-tinggil dawe”, katanya kepada si tangger yang artinya agar kuping tetap siaga mendengar kalau-kalau ada suara kedatangan orang lain atau si nalu. Itulah krmudian yang menjadi asal kata Kuta Tinggi.

Poi Bancin dan Karimon Bancin tidak mengetahui persis kapan pergeseran itu terjadi, namun tahun 1927 ketika pemerintahan Belanda menjadikannya sebagai “kampung” sudah menggunakan nama Kuta Tinggi. Hal ini berlanjut saat Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 1961 menjadikannya desa dengan menggabungkan lima kampung yang ada disekitarnya yakni Mungkur, Tungkup (Pea Gancih), Napa Tumbuk, Pengacon dan Kuta Tinggi. Nama itulah yang melekat hingga sekarang ini. Kisah perjalanan Si Bancin dan Si tangger sendiri ditulis dalam legenda Tettal batu Deddoh.

Tentang bulletinrintisprana

semua tentang pakpak
Pos ini dipublikasikan di Sejarah Kuta. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar